Inilah RUU Keperawatan yang disahkan oleh DPR RI menjadi UU Keperawatan. Berikut adalah isi UU Keperawatan tersebut :
BAB
I KETENTUAN UMUM
Pasal
1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Keperawatan
adalah segala aspek yang berkaitan dengan Perawat.
2.
Perawat
adalah seseorang yang telah lulus pendidikan keperawatan baik di dalam dan di
luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Ners adalah gelar yang diperoleh setelah lulus pendidikan
profesi Perawat
3.
Pelayanan
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan
ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun
sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
4.
Praktik
Keperawatan adalah wujud nyata dari Pelayanan Keperawatan yang diselenggarakan
oleh Perawat dalam bentuk asuhan keperawatan.
5.
Asuhan
Keperawatan adalah rangkaian tindakan keperawatan berdasarkan ilmu dan kiat
keperawatan yang ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat dalam upaya
tercapainya kemandirian untuk merawat dirinya.
6.
Uji
Kompetensi Perawat adalah suatu proses untuk mengukur pengetahuan,
keterampilan, dan sikap perawat sesuai dengan standar profesi.
7.
Sertifikat
Uji Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi Perawat yang
telah lulus Uji Kompetensi untuk menjalankan Praktik Keperawatan.
8.
Registrasi
Perawat adalah pencatatan resmi terhadap Perawat yang telah memiliki sertifikat
kompetensi keperawatan dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta
diakui secara hukum untuk menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesi
Perawat.
9.
Surat
Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Konsil Keperawatan Indonesia kepada Perawat yang telah
diregistrasi.
10.
Surat
Ijin Praktik Perawat yang selanjutnya disingkat SIPP adalah bukti tertulis yang
dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten/kota kepada Perawat yang telah memenuhi
persyaratan.
11.
Fasilitas
Pelayanan Kesehatan adalah alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif yang pelayanannya dilakukan oleh pemerintah daerah dan/atau
masyarakat.
12.
Perawat
Asing adalah Perawat yang bukan berstatus Warga Negara Indonesia (WNI).
13.
Klien
adalah perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
14.
Organisasi
Profesi Perawat adalah wadah yang menghimpun Perawat secara nasional dan
berbadan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
15.
Kolegium
Keperawatan adalah badan yang dibentuk oleh Organisasi Profesi Perawat untuk
masing-masing cabang disiplin ilmu keperawatan yang bertugas mengampu cabang
disiplin ilmu tersebut.
16.
Konsil
Keperawatan Indonesia adalah suatu badan otonom, mandiri, nonstruktural,
bersifat independen.
17.
Pemerintah
Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
18.
Pemerintah
Daerah adalah Gubernur, Bupati dan Walikota serta perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan.
19.
Menteri
adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Pasal
2
Keperawatan
berasaskan:
a.
perikemanusiaan;
b.
nilai
ilmiah;
c.
etika;
d.
manfaat;
e.
keadilan;
dan
f.
kesehatan
dan keselamatan Klien.
Pasal
3
Keperawatan
bertujuan:
a.
meningkatkan
mutu Perawat dan Pelayanan Keperawatan;
b.
memberikan
perlindungan dan kepastian hukum kepada Perawat dan Klien; dan
c.
meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.
BAB
II JENIS PERAWAT
Pasal
4
(1)
Jenis
Perawat terdiri atas:
a.
perawat
profesional;
b.
perawat
vokasional; dan
c.
asisten
perawat.
(2)
Perawat
profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiriatas:
a.
ners;
b.
ners
spesialis; dan
c.
ners
konsultan.
(3) Ketentuan
mengenai jenis Perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
BAB
III PENDIDIKAN KEPERAWATAN
Pasal
5
Pendidikan
Keperawatan terdiri atas:
a.
pendidikan
vokasi;
b.
pendidikan
akademik; dan
c.
pendidikan
profesi.
Pasal
6
Pendidikan
vokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah pendidikan diploma
keperawatan.
Pasal
7
Pendidikan
akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b terdiri atas:
a.
pendidikan
sarjana keperawatan;
b.
pendidikan
magister keperawatan; dan
c.
pendidikan
doktor keperawatan.
Pasal
8
(1)
Pendidikan
profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c terdiri atas:
a.
pendidikan
profesi keperawatan; dan
b.
pendidikan
profesi keperawatan berkelanjutan.
(2)
Pendidikan
profesi keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a.
pendidikan
profesi ners; dan
b.
pendidikan
profesi ners spesialis.
(3)
Pendidikan
profesi keperawatan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
merupakan pendidikan profesi yang ditempuh setelah menyelesaikan pendidikan
profesi keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal
9
(1) Pendidikan
profesi keperawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) diselenggarakan
oleh institusi pendidikan keperawatan yang memenuhi syarat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan terakreditasi.
(2) Pendidikan
profesi keperawatan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3)
diselenggarakan oleh institusi pendidikan keperawatan, organisasi profesi
keperawatan, atau fasilitas pelayanan kesehatan.
Pasal
10
(1)
Institusi
pendidikan keperawatan didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(2)
Institusi
pendidikan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai
tridharma perguruan tinggi.
Pasal
11
Penyelenggaraan
pendidikan keperawatan harus memenuhi persyaratan paling sedikit mencakup:
a.
standar
isi;
b.
standar
proses;
c.
standar
kompetensi lulusan;
d.
standar
pendidik dan tenaga kependidikan;
e.
standar
sarana dan prasarana;
f.
standar
pengelolaan;
g.
standar
pembiayaan;
h.
standar
penilaian pendidikan;
i.
peserta
didik; dan
j.
kurikulum.
Pasal
12
(1)
Penyelenggara
pendidikan keperawatan dibantu oleh tenaga kependidikan.
(2)
Pendidik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf d terdiri atas:
a. dosen;
dan
b.
pendidik
klinik keperawatan.
(3) Ketentuan
mengenai dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pendidik
klinik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memenuhi kriteria
paling sedikit:
a.
perawat
profesional;
b.
memiliki
pengalaman klinik di bidang keperawatan minimal 2 (dua) tahun; dan
c.
memiliki
sertifikat pelatihan pembimbing klinik keperawatan.
(5) Ketentuan
mengenai pendidik klinik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan.
Pasal
13
(1) Selain
memiliki sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf e,
penyelenggaraan pendidikan keperawatan harus dilengkapi dengan laboratorium dan
lahan praktik keperawatan.
(2) Lahan
praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas fasilitas
pelayanan kesehatan pendidikan dan daerah pendidikan.
(3)
Fasilitas
palayanan kesehatan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
rumah sakit dan puskesmas yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Daerah
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan wilayah administrasi
mulai dari tingkat kecamatan.
(5) Ketentuan
lebih lanjut mengenai sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
14
(1)
Kurikulum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf j terdiri atas:
a.
kurikulum
pendidikan vokasi;
b.
kurikulum
pendidikan akademik; dan
c.
kurikulum
pendidikan profesi.
(2)
Kurikulum
pendidikan akademik dan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
huruf b, dan huruf c disusun oleh kementerian yang membidangi masalah
pendidikan dan kebudayaan dengan melibatkan Menteri, asosiasi institusi
pendidikan keperawatan, Kolegium Keperawatan, Organisasi Profesi Perawat, dan
Konsil Keperawatan Indonesia.
BAB
IV
KOMPETENSI,
REGISTRASI, DAN LISENSI
Pasal
15
(1)
Peserta
didik keperawatan yang telah menyelesaikan pendidikan wajib mengikuti Uji
Kompetensi Perawat yang bersifat nasional sebelum diangkat sebagai Perawat.
(2)
Perawat
harus mengikuti Uji Kompetensi secara berkala untuk menjaga mutu Pelayanan
Keperawatan.
(3)
Pelaksanaan
Uji Kompetensi untuk perawat vokasional dan professional diselenggarakan oleh
institusi pendidikan keperawatan yang terakreditasi.
Pasal
16
(1)
Uji
Kompetensi Perawat dilaksanakan berdasarkan standar kompetensi Perawat.
(2)
Standar
kompetensi Perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
aspek
pengetahuan;
b.
aspek
keterampilan;
c.
aspek
sikap, mental, dan moral;
d.
aspek
penguasaan bahasa; dan
e.
aspek
teknologi.
Pasal
17
(1)
Perawat
yang lulus Uji Kompetensi mendapatkan Sertifikat Uji Kompetensi yang
dikeluarkan oleh Konsil Keperawatan Indonesia.
(2)
Perawat
yang telah memiliki Sertifikat Uji Kompetensi mengajukan permohonan Registrasi
kepada Konsil Keperawatan Indonesia.
(3)
Permohonan
Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan:
a.
memiliki
ijazah pendidikan keperawatan;
b.
memiliki
Sertifikat Uji Kompetensi; dan
c.
memiliki
surat rekomendasi dari Organisasi Profesi Perawat.
(4)
Perawat
yang telah diregistrasi memperoleh STR yang diterbitkan oleh Konsil Keperawatan
Indonesia.
Pasal
18
(1)
STR
merupakan bukti tertulis bagi Perawat yang telah teregistrasi.
(2)
STR
berlaku selama 5 (lima) tahun dan harus diregistrasi ulang setiap 5 (lima)
tahun sekali.
(3)
Registrasi
ulang untuk memperoleh S TR dilakukan denga n persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (3).
Pasal
19
(1) Perawat
yang telah memperoleh STR dan yang akan melakukan Praktik Keperawatan harus
mengajukan permohonan SIPP kepada Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan
wilayah kerja Praktik Keperawatan.
(2)
Permohonan
SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a.
memiliki
STR;
b.
memperoleh
rekomendasi dari Organisasi Profesi Perawat; dan
c.
keterangan
tempat praktik keperawatan.
(3)
SIPP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lisensi bagi Perawat dalam
menjalankan Praktik Keperawatan.
Pasal
20
(1)
Perawat
yang telah memiliki SIPP mengajukan permohonan SIPP secara berkala setiap 5
(lima) tahun.
(2)
Permohonan
SIPP secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2).
Pasal
21
(1)
SIPP
hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik keperawatan.
(2)
SIPP
hanya diberikan kepada Perawat paling banyak untuk 2 (dua) tempat praktik.
Pasal
22
SIPP tetap
berlaku apabila:
a.
STR
masih berlaku; dan
b.
keterangan
tempat praktik keperawatan masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIPP.
Pasal
23
SIPP tidak
berlaku apabila:
a.
dicabut
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b.
habis
masa berlakunya dan Perawat tidak mendaftar ulang;
c.
atas
permintaan Perawat;
d.
Perawat
meninggal dunia; atau
e.
dicabut
oleh pemerintah kabupaten/kota.
Pasal
24
(1)
Perawat
Asing yang akan melaksanakan Praktik Keperawatan di Indonesia harus melakukan
adaptasi dan evaluasi.
(2)
Perawat
Asing yang akan melakukan adaptasi dan evaluasi mengajukan permohonan ke
Organisasi Profesi Perawat.
(3)
Organisasi
Profesi Perawat menetapkan tempat pelaksanaan adaptasi dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) di institusi penyelenggara pendidikan keperawatan sesuai
dengan jenjang pendidikan.
(4)
Organisasi
Profesi Perawat memberikan rekomendasi pada Perawat Asing untuk mengikuti uji
kompetensi berdasarkan hasil proses adaptasi dan evaluasi dari institusi
pendidikan yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai adaptasi dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal
25
(1)
Perawat
Asing yang telah menyelesaikan proses adaptasi dan evaluasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 wajib mengikuti Uji Kompetensi.
(2)
Uji
Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
dalam Pasal 15 dan Pasal 16.
Pasal
26
(1)
Perawat
Asing yang telah lulus Uji Kompetensi dan yang melakukan Pelayanan Keperawatan
di Indonesia mengajukan permohonan registrasi kepada Konsil Keperawatan
Indonesia.
(2)
Tata
cara mengajukan permohonan registrasi untuk memperoleh STR sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 18.
Pasal 27
(1)
Perawat
Asing yang memiliki STR dan melakukan pelayanan keperawatan di Indonesia
mengajukan permohonan SIPP kepada pemerintah kabupaten/kota.
(2)
Perawat
Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan Pelayanan Keperawatan di
Indonesia berdasarkan atas permintaan pengguna Perawat Asing.
(3)
Perawat
Asing hanya dapat melakukan Pelayanan Keperawatan di rumah sakit kelas A dan
kelas B yang telah terakreditasi serta fasilitas pelayanan kesehatan tertentu
yang telah ditetapkan oleh Menteri.
(4)
SIPP
bagi Perawat Asing berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1
(satu) tahun berikutnya.
(5)
Tata
cara pengajuan SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan Pasal 19.
Pasal
28
(1)
Perawat
Asing yang telah lulus Uji Kompetensi dalam rangka pendidikan, pelatihan, dan
penelitian di Indonesia mengajukan permohonan registrasi sementara untuk
memperoleh STR sementara kepada Konsil Keperawatan Indonesia.
(2)
Tata
cara memperoleh STR sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
persyaratan:
a.
memiliki
ijazah pendidikan keperawatan;
b.
memiliki
sertifikat uji kompetensi; dan
c.
memiliki
surat rekomendasi dari organisasi profesi.
(3)
STR
sementara bagi perawat asing berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat
diperpanjang untuk 1 (satu) tahun berikutnya.
Pasal
29
(1)
Perawat
WNI lulusan luar negeri yang akan melaksanakan praktik keperawatan di Indonesia
harus melalui evaluasi.
(2)
Evaluasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
kesahan
ijazah;
b.
kemampuan
untuk melakukan Praktik Keperawatan yang dinyatakan dengan surat keterangan
telah mengikuti program adaptasi dan sertifikat kompetensi;
c.
memiliki
surat keterangan sehat fisik dan mental; dan
d.
membuat
surat pernyataan untuk mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
(4)
Perawat
WNI lulusan luar negeri yang telah menyelesaikan proses evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) wajib mengikuti Uji Kompetensi.
(5)
Uji
Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal 15 dan Pasal 16.
(6)
Perawat
WNI lulusan luar negeri yang telah lulus Uji Kompetensi dan melakukan Pelayanan
Keperawatan di Indonesia mengajukan permohonan registrasi kepada Konsil
Keperawatan Indonesia.
(7)
Perawat
WNI lulusan luar negeri yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) diberikan STR oleh Konsil Keperawatan Indonesia.
BAB
V
PRAKTIK
KEPERAWATAN
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal
30
(1)
Praktik
Keperawatan dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat lain.
(2)
Praktik
Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a.
praktik
keperawatan mandiri perorangan;
b.
praktik
keperawatan mandiri berkelompok; dan
c.
praktik
keperawatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
(3)
Praktik
Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada standar
Pelayanan Keperawatan.
(4)
Praktik
Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b didasarkan
pada prinsip kebutuhan pelayanan kesehatan dan/atau keperawatan masyarakat
dalam suatu wilayah.
(5)
Ketentuan
mengenai kebutuhan pelayanan kesehatan dan/atau keperawatan disatu wilayah
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian
Kedua
Peran
dan Wewenang
Pasal
31
(1)
Dalam
menyelenggarakan Praktik Keperawatan, Perawat berperan:
a.
pemberi
Asuhan Keperawatan;
b.
pendidik
Klien.
(2)
Peran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan:
a.
secara
mandiri;
b.
bekerja
sama dengan pihak terkait;
c.
berdasarkan
pelimpahan wewenang; dan
d.
berdasarkan
penugasan khusus.
(3)
Pelaksanaan
peran Perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus dijalankan
dengan bertanggung jawab dan akuntabel.
(4)
Pelimpahan
wewenang sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf c dilaksanakan secara:
a.
delegatif;
dan
b.
mandat.
(5)
Pelimpahan
wewenang secara delegatif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a diberikan
oleh dokter kepada Perawat sesuai dengan kompetensi dan tanggung jawabnya.
(6)
Pelimpahan
wewenang secara mandat sebagaimana yang dimaksud padaayat (4) huruf b diberikan
oleh dokter sebagai pemberi kewenangankepada Perawat dan tanggung jawab tetap
berada pada pemberi kewenangan.
(7)
Pelimpahan
wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dalam bentuk tertulis dan
sesuai dengan kesepakatan antar profesi dan/atau pihak terkait.
(8)
Pelimpahan
wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dievaluasi secara berkala.
(9)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pelimpahan wewenang diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal
32
Perawat dalam
menjalankan perannya terhadap Klien berwenang:
a.
melakukan
pengkajian keperawatan secara holistik;
b.
menetapkan
diagnosis keperawatan;
c.
merencanakan
tindakan keperawatan;
d.
melaksanakan
tindakan keperawatan;
e.
mengevaluasi
hasil tindakan keperawatan;
f.
melakukan
rujukan;
g.
memberikan
konsultasi keperawatan dan berkoordinasi dengan dokter;
h.
melaksanakan
penugasan khusus;
i.
melakukan
penyuluhan kesehatan; dan
j.
menerima
dan melaksanakan pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat
(4).
Pasal
33
(1)
Perawat
dapat melaksanakan penugasa n khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat
(2) huruf d untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan perorangan dan
masyarakat di daerah terpencil, sangat terpencil, tertinggal, perbatasan,
pulau-pulau kecil terluar, daerah yang tidak diminati, daerah rawan bencana
atau mengalami bencana, dan konflik sosial.
(2)
Perawat
dalam melaksanakan penugasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berdasarkan kompetensi dan kewenangan serta dilaksanakan sesuai dengan hierarki
klinis di tempat kerjanya.
Pasal
34
(1)
Pemerintah
dalam menetapkan penugasan khusus kepada Perawat harus memperhatikan usulan
Pemerintah Daerah.
(2)
Pemanfaatan
Perawat yang melaksanakan penugasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
ayat (1) merupakan tanggung jawab bupati/walikota dan/atau gubernur.
(3)
Perawat
yang melaksanakan penugasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
disertai dengan penyediaan sarana pelayanan kesehatan, alat kesehatan,
obat-obatan, dan fasilitas lainnya sesuai standar yang berlaku, serta
memperhatikan hierarki, dan komposisi tenaga kesehatan penyertanya atau yang
tersedia.
Pasal
35
Ketentuan lebih
lanjut mengenai penugasan khusus Perawat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
dan Pasal 34 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal
36
(1)
Dalam
keadaaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama,Perawat dapat melakukan
tindakan medis dan pemberian obat.
(2)
Pertolongan
pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menyelamatkan nyawa
Klien dan mencegah kecacatan lebih lanjut.
(3)
Keadaan
darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keadaan yang mengancam
nyawa Klien dan keselamatannya hanya tergantung pada inisitatif Perawat.
(4)
Keadaan
darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Perawat sesuai
dengan bidang keilmuan.
(5)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
BAB
VI
HAK
DAN KEWAJIBAN
Bagian
Kesatu
Hak
dan Kewajiban Perawat
Pasal
37
Perawat dalam
melaksanakan Praktik Keperawatan berhak:
a.
memperoleh
perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai standar profesi, standar
pelayanan keperawatan, standar operasional prosedur, kode etik, dan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
b.
memperoleh
informasi yang lengkap dan jujur dari Klien dan/atau keluarganya;
c.
menerima
imbalan jasa atas Pelayanan Keperawatan yang telah diberikan secara mandiri,
berdasarkan pelimpahan wewenang, dan dengan bekerjasama; dan
d.
menolak
keinginan Klien atau pihak lain yang memberikan anjuran atau permintaan baik
lisan maupun tertulis untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan standar
profesi, standar pelayanan keperawatan, standar operasional prosedur, kode
etik, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal
38
Perawat dalam
melaksanakan Praktik Keperawatan berkewajiban:
a.
melengkapi
sarana dan prasarana Pelayanan Keperawatan sesuai dengan standar pelayanan
keperawatan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b.
memberikan
Pelayanan Keperawatan sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan
keperawatan, standar operasional prosedur, kode etik, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c.
menghormati
hak Klien;
d.
merujuk
kasus yang tidak dapat ditangani, yang meliputi:
1.
dalam
aspek pelayanan/asuhan keperawatan merujuk ke anggota perawat lain yang lebih
tinggi kemampuan atau pendidikannya; atau
2.
dalam
aspek masalah kesehatan lainnya merujuk ke tenaga kesehatan lain.
e.
merahasiakan
segala sesuatu yang diketahuinya tentang Klien;
f.
mendokumentasikan
Asuhan Keperawatan berdasarkan standar pelayanan keperawatan;
g.
memberikan
informasi yang lengkap, jujur, jelas dan mudah dimengerti mengenai tindakan
keperawatan kepada Klien dan/atau keluarganya sesuai dengan batas
kewenangannya;
h.
melaksanakan
tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan lain yang sesuai dengan
kompetensi Perawat; dan
i.
melaksanakan
penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Bagian
Kedua
Hak
dan Kewajiban Klien
Pasal
39
Klien dalam
Praktik Keperawatan berhak:
a.
mendapatkan
informasi secara lengkap, jujur dan jelas tentang tindakan keperawatan yang
akan dilakukan;
b.
meminta
pendapat Perawat lain dan/atau tenaga kesehatan lainnya;
c.
mendapatkan
Pelayanan Keperawatan sesuai dengan standar pelayanan keperawatan;
d.
memberi
persetujuan atau penolakan tindakan keperawatan yang akan diterimanya; dan
e.
terjaga
kerahasiaan kondisi kesehatannya.
Pasal
40
Pengungkapan
rahasia Klien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf e dilakukan atas dasar:
a.
persetujuan
tertulis dari Klien; dan/atau
b.
perintah
hakim pada sidang pengadilan.
Pasal
41
Dalam Praktik
Keperawatan, Klien berkewajiban:
a.
memberikan
informasi yang lengkap, jujur, dan jelas tentang masalah
1.
kesehatannya;
b.
mematuhi
nasihat dan petunjuk Perawat;
c.
mematuhi
ketentuan yang berlaku di Fasilitas Pelayanan Kesehatan; dan
d.
memberikan
imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
BAB
VII
ORGANISASI
PROFESI PERAWAT
Pasal
42
Untuk
mempersatukan dan memberdayakan Perawat dalam rangka menunjang pembangunan
kesehatan dibentuk Organisasi Profesi Perawat sebagai satu wadah yang
menghimpun Perawat secara nasional dan berbadan hukum.
Pasal
43
Organisasi
Profesi Perawat berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
dapat membentuk perwakilan di daerah.
Pasal
44
(1)
Organisasi
Profesi Perawat berfungsi sebagai pemersatu, pembina, pengembang, dan pengawas
keperawatan di Indonesia.
(2)
Organisasi
Profesi Perawat bertanggung jawab kepada anggota profesi.
Pasal
45
Organisasi Profesi Perawat berwenang:
a.
memberikan
rekomendasi persyaratan akreditasi institusi pendidikan keperawatan;
b.
memberikan
rekomendasi kepada perawat untuk memperoleh SIPP pada proses pengajuan izin
praktik keperawatan mandiri kepada Pemerintah Daerah;
c.
menyusun
dan menetapkan kode etik;
d.
memberikan
rekomendasi program adaptasi dan evaluasi Perawat Asing kepada Konsil
Keperawatan Indonesia; dan
e.
mengusulkan
anggota Organisasi Profesi Perawat untuk dimasukkan dalam Konsil Keperawatan
Indonesia.
Pasal
46
Organisasi
Profesi Perawat bertugas:
a.
meningkatkan
kua litas, kapabilitas dan kapasitas Perawat dalam menjalankan asuhan
keperawatan sesuai standar Pelayanan Keperawatan;
b.
melakukan
sosialisasi pengembangan profesi Keperawatan;
c.
berpartisipasi
aktif dalam pembangunan kesehatan;
d.
memfasilitasi
perlindungan hukum kepada anggota; dan
e.
membentuk
Kolegium Keperawatan.
Pasal
47
Biaya untuk
pelaksanaan tugas Organisasi Profesi Perawat dibebankan kepada anggaran
pendapatan dan belanja Organisasi Profesi Perawat.
Pasal
48
Ketentuan
mengenai susunan Organisasi Profesi Perawat ditetapkan dalam anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga.
BAB
VIII
KOLEGIUM
KEPERAWATAN
Pasal
49
(1)
Kolegium
Keperawatan merupakan badan otonom di dalam Organisasi Profesi Perawat dan
dibentuk oleh Organisasi Profesi Perawat.
(2)
Kolegium
Keperawa tan bertanggung jawab kepada Organisasi Profesi Perawat.
Pasal
50
Kolegium
Keperawatan berfungsi mengembangkan cabang disiplin ilmu Keperawatan.
Pasal
51
Kolegium Keperawatan berwenang:
a.
melakukan
penilaian kompetensi Perawat Asing sebagai dasar dilakukan program adaptasi;
dan
b.
melakukan
kajian pengembangan pendidikan dan profesi Perawat.
Pasal
52
Kolegium Keperawatan bertugas menyusun standar kompetensi
kerjaPerawat.
Pasal
53
Biaya untuk pelaksanaan tugas Kolegium Keperawatan dibebankan
kepada:
a.
anggaran
pendapatan dan belanja Organisasi Profesi Perawat;
b.
registrasi
Perawat;
c.
bantuan
Pemerintah;
d.
hibah;
dan/atau
e.
sumbangan
yang sah dan tidak mengikat.
Pasal
54
Ketentuan
mengenai susunan organisasi Kolegium Keperawatan dan keanggotaan diatur dalam
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi Profesi Perawat.
BAB
IX
KONSIL
KEPERAWATAN INDONESIA
Pasal
55
Untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, memberikan perlindungan dan kepastian
hukum kepada Perawat dan masyarakat, meningkatkan mutu Perawat, serta Pelayanan
Keperawatan, dibentuk Konsil Keperawatan Indonesia.
Pasal
56
Konsil
Keperawatan Indonesia berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.
Pasal
57
Konsil Keperawatan
Indonesia berfungsi menetapkan Praktik Keperawatan dan melakukan Registrasi
Perawat.
Pasal
58
(1)
Konsil
Keperawatan Indonesia berwenang:
a.
mengawasi
pelaksanaan kode etik dan Pelayanan Keperawatan;
b.
menerbitkan
Sertifikat Uji Kompetensi;
c.
menyetujui
dan menolak permohonan registrasi termasuk dari Perawat Asing;
d.
menerbitkan
dan mencabut STR;
e.
menegakkan
disiplin keperawatan termasuk menyelidiki dan menangani masalah yang berkaitan
dengan pelanggaran disiplin Perawat; dan
f.
menetapkan
dan memberikan sanksi disiplin.
(2)
Penerbitan
Sertifikat Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dikeluarkan setelah perawat dinyatakan lulus uji kompetensi oleh institusi
perguruan tinggi yang terakreditasi.
Pasal
59
Biaya untuk
pelaksanaan tugas Konsil Keperawatan Indonesia dibebankan kepada anggaran
pendapatan dan belanja Organisasi Profesi Perawat.
Pasal
60
a.
Jumlah
anggota Konsil Keperawatan Indonesia paling banyak 15 (lima belas) orang.
b.
Ketentuan
lebih lanjut mengenai Konsil Keperawatan Indonesia diatur dengan Peraturan
Presiden.
BAB
X
PEMBINAAN
DAN PENGEMBANGAN
Pasal
61
Pemerintah,
Pemerintah Daerah, Konsil Keperawatan Indonesia, Organisasi Profesi Perawat
membina dan mengembangkan Praktik Keperawatan sesuai dengan fungsi dan tugas
masing-masing.
Pasal
62
(1)
Pembinaan
dan pengembangan Praktik Keperawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61
diarahkan untuk:
a.
meningkatkan
mutu Pelayanan Keperawatan yang diberikan Perawat; dan
b.
melindungi
masyarakat atas tindakan Perawat yang tidak sesuai standar operasional prosedur.
(2)
Pembinaan
dan pengembangan Praktik Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan dengan mengikuti pendidikan formal dan pendidikan nonformal.
(3)
Pembinaan
dan pengembangan Praktik Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi kompetensi dan kepribadian professional.
Pasal
63
(1)
Pembinaan
dan pengembangan Praktik Keperawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61
meliputi:
a.
penugasan;
b.
kenaikan
pangkat /peringkat; dan/atau
c.
promosi.
(2)
Pengembangan
karir Praktik Keperawatan dapat digunakan untuk penempatan perawat pada jenjang
yang sesuai dengan keahliannya.
BAB
XI
LARANGAN
Pasal
64
Setiap orang
dilarang dengan sengaja menggunakan identitas seolah-olah yang bersangkutan
adalah perawat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).
Pasal
65
Perawat
dilarang menyelenggarakan Praktik Keperawatan tanpa memiliki STR dan/atau SIPP
sebagai dasar lisensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3).
Pasal
66
Pimpinan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilarang dengan sengaja mempekerjakan Perawat
yang tidak memiliki STR dan SIPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1).
Pasal 67
Perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan dilarang memberikan resep dan obat selain obat
bebas terbatas.
BAB
XII
KETENTUAN
PIDANA
Pasal
68
Setiap orang
yang dengan sengaja menggunakan identitas seolah-olah yang bersangkutan adalah
perawat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
Pasal
69
Perawat yang menyelenggarakan
Praktik Keperawatan tanpa memiliki STR dan/atau SIPP sebagai dasar lisensi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 dipidana dengan pidana penjara paling lama
1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
Pasal
70
(1)
Pimpinan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang dengan sengaja mempekerjakan Perawat yang
tidak memiliki STR dan SIPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah).
(2)
Dalam
hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi,
selain pidana penjara atau pidana denda kepada pengurusnya, pidana dapat
dijatuhkan kepada korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali
dari pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
Selain
pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2), korporasi dapat dikenai sanksi
administrasi berupa:
a.
pencabutan
ijin pendirian; dan/atau
b.
pencabutan
status badan hukum.
Pasal
71
Perawat yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
BAB
XIII
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal
72
STR dan SIPP yang
telah dimiliki oleh Perawat sebelum Undang-Undang ini diundangkan, dinyatakan
tetap berlaku sampai jangka waktu STR dan SIPP berakhir.
Pasal 73
Selama Konsil
Keperawatan Indonesia belum terbentuk, permohonan untuk memperoleh STR yang
masih dalam proses, diselesaikan dengan prosedur yang berlaku sebelum
Undang-Undang ini diundangkan.
BAB
XIV
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
74
Institusi
pendidikan keperawatan yang telah ada sebelum Undang-Undang ini diundangkan
harus menyesuaikan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, paling lama
5 (lima) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal
75
Konsil
Keperawatan Indonesia dibentuk paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-undang
ini diundangkan.
Pasal
76
Pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai Keperawatan, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal
77
Peraturan
pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun
terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal
78
Undang-Undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.